5 contoh kasus - kasus Cyber
Crime yang pernah terjadi beserta cara dan analisa penyelesaiannya :
Seiring
dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang
disebut dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet.
Munculnya beberapa kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian
kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain,
misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang
tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan
komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil
adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin,
sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi
orang lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga
pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi
komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.
Berikut ini adalah 5 contoh kasus - kasus Cyber Crime yang pernah terjadi beserta cara dan analisa penyelesaiannya :
KASUS 1 :
Perjalanan virus computer dan malware kira-kira sama dengan perjalanan
informasi itu sendiri. Di masa lalu, informasi secara fisik dipindahkan dari
satu computer ke computer lain menggunakan media penyimpanan yang bervariasi.
Pada awal tahun 1980-an, informasi menyebar melalui jejaring data pribadi yang
mahal. Baru kemudian perlahan jaringan tersebut mulai digunakan oleh kalangan
pebisnis untuk email dan transmisi informasi. Pada akhir decade 1990 mulai
banyak kasus serangan virus pada computer di ranah pribadi dan bisnis, yang
biasanya menyerang melalui email. Tanpa terasa world wide web begitu cepat
berkembang menjadi sebuah platform yang sangat bernilai bagi pertukaran
informasi, perdagangan global dan produktivitas dunia kerja. Perlahan tapi
pasti, kita sadar bahwa tak semua informasi bisa kita bagi ke semua orang.
Selama itu juga muncul yang disebut dengan era worm internet, dimana terjadi
serangan Code Red, Blaster, Slammer dan Sasser ke sejumlah jaringan korporat.
Tidak ketinggalan, virus Melissa yang juga menyerang email, serta datang
melalui pesan instan atau aplikasi peer-to-peer. Semua menargetkan Microsoft,
sebab memang system operasi itu yang paling banyak dipakai. Mereka menghadapi
semua serangan itu dengan penambahan firewall dan menjalankan sejumlah
mekanisme mitigasi anti-worm. Pengguna juga diajak untuk rajin memperbarui
aplikasi pengaman Windows. Pada Januari 2008, sebuah aplikasi Flash bernama
Secret Crush yang berisi link ke program Adware terdapat pada Facebook. Lebih
dari 1.5 juta pengguna mengunduhnya sebelum disadari oleh administrator situs.
"Kaspersky Lab pada Juli 2008 mengidentifikasi sejumlah insiden yang
melibatkan Facebook, MySpace dan VKontakte. Net-Worm.Win32.Koobface menyebar ke
seluruh jaringan MySpace dengan cara yang sama dengan
Trojan-Mailfinder.Win32.Myspamce.a, yang terdeteksi di bulan Mei. Twitter tak
kalah jadi target, pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang
mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis
mendownload Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco. Linkedln juga tak luput dari
serangan malware pada Januari 2009, dimana pengguna ditipu agar mengklik profil
sejumlah selebriti, padahal mereka sudah mengklik link ke media player palsu.
Sebulan kemudian Youtube menjadi incaran malware. Bulan Juli 2009 Twitter
kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak
akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkiti semua follower.
Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran malware di
seantero jejaring social. Lebih lanjut, pada akhir tahun 2008 Kapersky Lab
mengumumkan lebih dari 43.000 file berbahaya yang berhubunngan dengan situs
jejaring social. Salah satu worm yang paling terkenal menyerang situs jejaring
social adalah Koobface yang terdeteksi sebagai Net-Worm.Win32.Koobface. Worm
ini popular saat sekitar setahun lalu menyerang akun Facebook dan MySpace.
Metode itu hampir sama dengan cara worm menyebar melalui email. Worm yang
terdistribusi melalui situs jejaring social hampir 10% sukses menginfeksi.
Koobface juga member link ke program antivirus palsu seperti XP Antivirus dan
Antivirus2009. Program spyware tersebut juga mengandung kode worm. Baru-baru
ini pengguna Facebook juga dihebohkan oleh McDonald, sebuah undangan atau tautan
palsu yang menyebar lewat situs pertemanan tersebut. Bila diklik, account
Facebook akan terinfeksi virus yang akan menjaring informasi di laman Facebook
pengguna. Undangan maupun link yang dikirimkan beragam bentuknya. Salah satu
yang memancing penasaran adalah kiriman video yang katanya akan membuka rahasia
'dapur' McDonald. Sebetulnya serangan yang dinamai "pembajakan klik
HappyMeals" ini sudah lama, tepatnya sejak Agustus lalu. Saat itu banyak
judul link yang masuk seperti ini : "OMG! I cant BELIEVE a WOMAN found
THIS in her McDonalds Nuggets! WTFF!!" atau "Holy CRAP! I just saw
your MOM in this VIDEO!!!!" Namun serangan yang baru-baru ini memiliki
judul yang cukup menggiurkan untuk dibuka, seperti "The Truth Behind
McDonald" atau "Shocking McDonald Video". Begitu tautan di dalam
kiriman itu diklik, penyerang akan mengirimkan rangkaian tautan lagi yang mesti
diklik. Setelah itu, Wall anda akan terus-menerus dikirimi pesan-pesan yang
membawa virus. Menurut penelitian, serangan seperti dilakukan untuk meraup
Dolar melalui skema Cost Per Action. Penyerang akan mendapat Dolar dari setiap
aksi yang dilakukan pemilik akun Facebook. Tim keamanan Facebook sudah membuang
infeksi ini. Namun sebelum itu terjadi sebanyak 24.232 orang sudah terlanjur
menjadi korban. Ancaman ke situs jejaring social jauh lebih mengerikan dari
pada lewat email. Mengapa? Selain terinfeksi Worm, akun yang bersangkutan juga
menjadi korban botnet, bahkan si pemiliknya juga terkena imbasnya. Botnet mampu
mencuri nama dan password penggguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu
merugikan pihak lain, seperti permintaan transfer uang. Satu hal paling penting
dari serangan terhadap web 2.0 adalah faktor komponen kelemahan manusia,
terutama ketika berhadapan dengan pengguna yang tidak paham bahwa komputernya
sudah terinfeksi. Situs jejaring social masa kini menawarkan konstumisasi
tambahan dan fungsi berfitur kaya untuk berbagi konten personal, file foto atau
multimedia dengan sebanyak mungkin orang di dunia maya. Situs ini memungkinkan
pengguna berbagi pikiran dan minat dengan sesame teman atau komunitas. Secara
umum, pengguna situs jejaring social saling percaya satu sama lain. Ini artinya
jika mereka menerima pesan dari temannya, maka akan langsung mengkliknya begitu
saja tanpa kecurigaan pesan itu sudah disisipi oleh malware. Situs jejaring
social seperti Facebook biasanya berkolaborasi dengan situs-situs lain agar
bisa saling terkoneksi. Mereka ini disebut sebagai partisi ketiga, alias pihak
ketiga setelah Facebook itu sendiri dan penggunanya. Banyak kasus dimana
partisi ketiga ini justru dijadikan vector alias "kendaraan" dari
penyerang. Di atas kertas, para pakar mengatakan bahwa Facebook maupun jejaring
social lain harus memikirkan ulang cara mereka mendesign dan mengembangkan application
programming interface (API).disebutkan bahwa provider jejaring social
semestinya berhati-hati dalam mendesign platform dan API. Mereka harus
hati-hati dengan teknologi sampingan yang dipakai para klien, misalnya
JavaScript. Operator situs jejaring social sebaiknya memiliki developer yang
cukup ketat dalam penggunaan API, yaitu yang mampu member akses ke sumber yang
hanya benar-benar berhubungan dengan system. Serangan terhadap situs jejaring
social kini sudah ada dalam beberapa tingkatan, mulai dari malware sampai
phishing. Pelaku criminal dunia cyber akan menggunakan vector ke web 2.0 lebih
dan lebih banyak lagi demi menyebarkan aplikasi berbahayanya. Jadi, waspadalah!
KASUS 2 :
Penegakan Hukum Positif Di Indonesia Terhadap Cybercrime
Menjawab
tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang
diharapkan (ius
konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap
perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif
penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan
korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum
memiliki Undang – Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum
positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang
menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:
a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam
upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau
perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP.
Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena
melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal – pasal yang dapat dikenakan
dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
1)
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor
kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor
kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan
transaksi di e-commerce. Setelah
dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin
mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang
yang melakukan transaksi.
2)
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan
menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk
membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada
kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang
dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut
menjadi tertipu.
3)
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang
dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku
untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal
ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
4)
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan
menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan emailkepada
teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke suatu mailing
list sehingga
banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5)
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan
secara online di Internet dengan
penyelenggara dari Indonesia.
6)
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun websiteporno
yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa
Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan
pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan
orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
7) Pasal 282 dan 311
KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang
yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah.
8)
Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding,
karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan
membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
9)
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang
lain, seperti website atau program menjadi tidak
berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut
Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program
komputer adalah
sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun
bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi
khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam
merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku
selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program komputer/ software yang sangat mahal bagi warga
negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku
bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang
sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan
harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengansoftware asli tersebut menghasilkan
keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak
lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan
“dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan
program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak
memperbanyak penggunaanuntuk kepentingan komersial suatu
program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/
atau denda paling banyakRp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) “.
c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut
Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah
setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi
tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah
satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap
informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.
Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat
dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- Undang ini, terutama bagi parahacker yang masuk ke sistem jaringan
milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang
melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a) Akses ke jaringan
telekomunikasi
b) Akses ke jasa
telekomunikasi
c) Akses ke jaringan
telekomunikasi khusus
Apabila
anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPUwww.kpu.go.id,
maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
d. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm
dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai
tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau
ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan Write
– Once -Read – Many (WORM),
yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai
alat bukti yang sah.
e. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang
ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk
mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui
Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan
waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang
termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat
meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data
perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai
dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam Undang-Undang Perbankan
identitas dan data perbankan merupakan bagian dari kerahasiaan bank sehingga
apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut, prosedur yang harus
dilakukan adalah engirimkan surat dari Kapolda ke Kapolri untuk
diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut memakan waktu
yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan. Dalam
Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda
cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut
dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan
informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses
penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank,
berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan
dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan
pelaku berdasarkan data– data tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur
mengenai alat bukti elektronik atau digital evidencesesuai
dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
yang serupa dengan itu.
f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme
Selain
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti
elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital
evidence atau
alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme,
karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau
aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk
menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku
mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan
melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat
roomselain mencari informasi dengan menggunakan search
engine serta
melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing
list.
g. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet &
Transaksi Elektronik
Undang-undang ini,
yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai
dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis
pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau
cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan
menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna
mencapai sebuah kepastian hukum.
KASUS 3 :
Kapolri Bicara Kasus
Cyber Crime dan Pembobolan Bank Rp 21 Miliar
Jakarta -Kepolisian
Republik Indonesia mencatat sedikitnya terdapat 171 kasus kejahatan teknologi
informasi atau cyber crime dengan tersangka 111 orang selama
tahun 2013.
"Selama 2013 ada 171
kasus cyber crime dan tersangkanya 111 sudah kita
ungkap semuanya dan Polri punya kemampuan untuk melakukan penangkapan terhadap cyber crime baik yang melalui hacker maupun yang lainnya. Rata-rata dana
nasabah dipindahkan secara ilegal, atau dipindahkan ke rekening tertentu,"
kata Kapolri Jenderal Sutarman saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa
(13/5/2014).
Menurutnya, saat ini kejahatan melalui teknologi informasi sudah semakin tinggi. Belum lama ini, Sutarman menyebutkan, telah terjadi pembobolan dana nasabah salah satu bank besar di Indonesia, dana yang hilang mencapai Rp 21 miliar. Berkaca pada kasus tersebut, hal ini perlu diantisipasi agar tidak terulang.
"Kemarin bank yang terakhir itu, satu bank saja dana yang hilang Rp 21 miliar. Kita bisa mengembalikan seperti kemarin. Karena kita bisa mengejar itu masuk ke rekening 2 orang. Rekening itu bisa kita blokir, kita tutup dan kita kembalikan. Kita mampu menjaga dan melakukan penegakan hukum pada cyber crime ini," jelas dia.
Tak hanya dari dalam negeri, cyber crime ini juga dilakukan negara tetangga Malaysia.
"Ada yang dari Malaysia itu kartu kredit, Surabaya juga, kemudian di Riau, kemudian 6 orang warga negara Malaysia," katanya.
Terkait hal itu, Sutarman menambahkan, perlu langkah-langkah pencegahan dalam melakukan transaksi perbankan sehingga bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
"Pre emptive dalam pemilihan IT, karena komunikasi ini kan terkoneksi kabel, satelit dan seluruhnya bisa antisipasi dengan pemilhan IT. Setiap koneksi menggunakan kabel, radio, satelit semua bisa disadap seseorang. Jaringan yang terhubung dengan kabel, orang bisa masuk dalam sistem perbankan seseorang baik secara legal atau ilegal sehingga bisa akses dan transkasi melalui kabel itu," pungkasnya.
Menurutnya, saat ini kejahatan melalui teknologi informasi sudah semakin tinggi. Belum lama ini, Sutarman menyebutkan, telah terjadi pembobolan dana nasabah salah satu bank besar di Indonesia, dana yang hilang mencapai Rp 21 miliar. Berkaca pada kasus tersebut, hal ini perlu diantisipasi agar tidak terulang.
"Kemarin bank yang terakhir itu, satu bank saja dana yang hilang Rp 21 miliar. Kita bisa mengembalikan seperti kemarin. Karena kita bisa mengejar itu masuk ke rekening 2 orang. Rekening itu bisa kita blokir, kita tutup dan kita kembalikan. Kita mampu menjaga dan melakukan penegakan hukum pada cyber crime ini," jelas dia.
Tak hanya dari dalam negeri, cyber crime ini juga dilakukan negara tetangga Malaysia.
"Ada yang dari Malaysia itu kartu kredit, Surabaya juga, kemudian di Riau, kemudian 6 orang warga negara Malaysia," katanya.
Terkait hal itu, Sutarman menambahkan, perlu langkah-langkah pencegahan dalam melakukan transaksi perbankan sehingga bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
"Pre emptive dalam pemilihan IT, karena komunikasi ini kan terkoneksi kabel, satelit dan seluruhnya bisa antisipasi dengan pemilhan IT. Setiap koneksi menggunakan kabel, radio, satelit semua bisa disadap seseorang. Jaringan yang terhubung dengan kabel, orang bisa masuk dalam sistem perbankan seseorang baik secara legal atau ilegal sehingga bisa akses dan transkasi melalui kabel itu," pungkasnya.
KASUS 4 :
Indonesia
Jadi Tempat WNA Lakukan Aksi Cyber Crime, Ini Penjelasan Imigrasi
Jakarta -
Polisi mengamankan puluhan WN Tiongkok dan 1 WN Taiwan yang melakukan kejahatan
cyber lintas negara. Mereka melakukan kejahatan di negaranya dari Indonesia.
Menanggapi hal ini, pemerintah mengaku masih belum mendalami latar belakang Indonesia dijadikan basis kejahatan cyber crime. Namun pemerintah tak akan tinggal diam dan akan mengusut kasus ini hingga tuntas.
"Hal ini tidak bisa kita biarkan begitu saja, perlu ada kerjasama antara penegak hukum dengan Ditjen Imigrasi di 121 tempat baik kabupaten. Kita juga kerjasama dengan Kepolisian, BIN, dengan Disnaker, atau Kemenaker untuk kita antisipasi. Kemungkinan mereka tidak hanya melakukan cyber crime untuk menipu, tapi juga kejahatan lain yang membahayakan negara Indonesia," ucap Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie saat jumpa pers di kantor Dirjen Imigrasi, Jl.Rasuna Said, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Menurut Ronny pelaku kejahatan memilih Indonesia sebagai base camp operasi mereka karena pengawasan negara yang belum maksimal. Sehingga mereka bisa melancarkan aksinya dari Indonesia namun seolah-olah sedang berada di negara mereka sendiri. Imigrasi juga sudah mendata dan melakukan kerjasama untuk menyelesaikan masalah ini.
"Sekitar 300 kasus (cyber crime) yang tentunya follow up dari dugaan yang perlu kita informasikan ke Kepolisian sebagai tindak lanjut. Kalo penyidikan tidak berhasil, kita sepakat untuk deportasi," ucap Ronny.
Sebelumnya diberitakan, Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya menggerebek 2 rumah mewah di Jl Adiyaksa Raya, Lebak Bulus, Jaksel dan 1 rumah di Ancol, Jakut. Polisi mengamankan puluhan orang WN China dan 1 WN Taiwan. Di lokasi terdapat peralatan seperti puluhan telepon PSTN yang belum tersambung, puluhan kasur busa, puluhan busa peredam suara, tape recorder, sejumlah modem dan banyak lagi.
Para WNA ini diduga melakukan kejahatan trans national crime cyber online. Mereka diduga menipu para WN China yang berada di negaranya dengan menggunakan fasilitas internet dari basecamp mereka di Lebak Bulus dan Ancol.
Menanggapi hal ini, pemerintah mengaku masih belum mendalami latar belakang Indonesia dijadikan basis kejahatan cyber crime. Namun pemerintah tak akan tinggal diam dan akan mengusut kasus ini hingga tuntas.
"Hal ini tidak bisa kita biarkan begitu saja, perlu ada kerjasama antara penegak hukum dengan Ditjen Imigrasi di 121 tempat baik kabupaten. Kita juga kerjasama dengan Kepolisian, BIN, dengan Disnaker, atau Kemenaker untuk kita antisipasi. Kemungkinan mereka tidak hanya melakukan cyber crime untuk menipu, tapi juga kejahatan lain yang membahayakan negara Indonesia," ucap Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie saat jumpa pers di kantor Dirjen Imigrasi, Jl.Rasuna Said, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Menurut Ronny pelaku kejahatan memilih Indonesia sebagai base camp operasi mereka karena pengawasan negara yang belum maksimal. Sehingga mereka bisa melancarkan aksinya dari Indonesia namun seolah-olah sedang berada di negara mereka sendiri. Imigrasi juga sudah mendata dan melakukan kerjasama untuk menyelesaikan masalah ini.
"Sekitar 300 kasus (cyber crime) yang tentunya follow up dari dugaan yang perlu kita informasikan ke Kepolisian sebagai tindak lanjut. Kalo penyidikan tidak berhasil, kita sepakat untuk deportasi," ucap Ronny.
Sebelumnya diberitakan, Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya menggerebek 2 rumah mewah di Jl Adiyaksa Raya, Lebak Bulus, Jaksel dan 1 rumah di Ancol, Jakut. Polisi mengamankan puluhan orang WN China dan 1 WN Taiwan. Di lokasi terdapat peralatan seperti puluhan telepon PSTN yang belum tersambung, puluhan kasur busa, puluhan busa peredam suara, tape recorder, sejumlah modem dan banyak lagi.
Para WNA ini diduga melakukan kejahatan trans national crime cyber online. Mereka diduga menipu para WN China yang berada di negaranya dengan menggunakan fasilitas internet dari basecamp mereka di Lebak Bulus dan Ancol.
KASUS 5 :
Penanganan
Kasus Cyber Crime Terganjal Regulasi dan Anggaran .
Jakarta -
Kejahatan di dunia maya (cyber crime) setiap tahun semakin meningkat. Namun
dalam mengusut kasusnya pihak kepolisian masih terbentur sejumlah kendala,
seperti perangkat hukum dan sumber daya manusia. Kepolisian pun meminta
pmerintah untuk membuat Undang-undang baru terkait informasi dan teknologi (ITE)
Hal itu diungkapkan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Brigjen Pol A Kamil Razak saat jumpa pers usai Seminar Nasional Indonesia Cyber Crime Summit 2014 di Kampus ITB, Jalan Ganesha, Bandung, Kamis (9/10/2014).
"Kendalanya misalnya ketika akan melakukan penangkapan atau penggeledahan, kita harus mendapatkan ijin dari PN (Pengadilan Negeri) melalui jaksa. Kalau penangkapannnya hari Sabtu-Minggu jadi terkendala karena mereka libur," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk merevisi dan merumuskan formula baru untuk aturan yang terkait dengan IT.
"Kita mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan revisi UU ITE. Dengan perubahan itu nantinya diharapkan kejahatan dunia maya ini bisa semakin ditekan," ujarnya.
Lebih lanjut Kamil mengatakan, selain perangkat hukum, masalah yang krusial yakni SDM yang belum mencukupi, anggaran serta sarana dan prasanara untuk menunjang pengungkapan kasus-kasus cyber crime.
"Sekarang ini anggaran yang ada hanya cukup untuk satu perkara per satu bulan. Padahal kenyataanya satu bulan bisa sampai 15 kasus," terangnya
Hal itu diungkapkan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Brigjen Pol A Kamil Razak saat jumpa pers usai Seminar Nasional Indonesia Cyber Crime Summit 2014 di Kampus ITB, Jalan Ganesha, Bandung, Kamis (9/10/2014).
"Kendalanya misalnya ketika akan melakukan penangkapan atau penggeledahan, kita harus mendapatkan ijin dari PN (Pengadilan Negeri) melalui jaksa. Kalau penangkapannnya hari Sabtu-Minggu jadi terkendala karena mereka libur," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk merevisi dan merumuskan formula baru untuk aturan yang terkait dengan IT.
"Kita mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan revisi UU ITE. Dengan perubahan itu nantinya diharapkan kejahatan dunia maya ini bisa semakin ditekan," ujarnya.
Lebih lanjut Kamil mengatakan, selain perangkat hukum, masalah yang krusial yakni SDM yang belum mencukupi, anggaran serta sarana dan prasanara untuk menunjang pengungkapan kasus-kasus cyber crime.
"Sekarang ini anggaran yang ada hanya cukup untuk satu perkara per satu bulan. Padahal kenyataanya satu bulan bisa sampai 15 kasus," terangnya
SUMBER :
http://www.kompasiana.com/agnina/beberapa-kasus-penyebaran-virus_55004e6ba333117f735106c3
https://balianzahab.wordpress.com/artikel/penegakan-hukum-positif-di-indonesia-terhadap-cybercrime/
http://finance.detik.com/read/2014/05/13/152443/2581370/5/kapolri-bicara-kasus-cyber-crime-dan-pembobolan-bank-rp-21-miliar
http://news.detik.com/berita/2998110/indonesia-jadi-tempat-wna-lakukan-aksi-cyber-crime-ini-penjelasan-imigrasi
http://news.detik.com/berita/2714416/penanganan-kasus-cyber-crime-terganjal-regulasi-dan-anggaran